Kolaborasi Pemerintah, Industri, Media, dan Relawan TIK di UIN Walisongo Bahas Literasi Digital dan AI
Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Walisongo Semarang menggelar seminar bertema “Digital Literacy and AI for Future Innovators” pada Kamis, 25 September 2025 di ruang Teater Rektorat lantai 4, Kampus 3 UIN Walisongo. Acara ini terselenggara atas kerja sama Fakultas Sains dan Teknologi dengan HMJ Teknologi Informasi sebagai panitia pelaksana, didukung pula oleh Uzone.id, Telkomsel, Relawan TIK, serta Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang. Seminar ini menghadirkan narasumber dari pemerintah, industri telekomunikasi, media digital, hingga komunitas TIK, yang secara bersama-sama membahas peluang sekaligus tantangan kecerdasan artifisial (AI) dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam sambutannya, Dekan FST UIN Walisongo, Prof. Dr. Musahadi, M.Ag., menyampaikan bahwa literasi digital bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga berkaitan dengan etika, sikap kritis, dan orientasi kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa AI adalah peluang besar untuk riset, industri, dan layanan publik, tetapi juga membawa risiko serius seperti disinformasi, pelanggaran privasi, dan kesenjangan digital. “Di sinilah pentingnya literasi digital, agar generasi muda bisa memanfaatkan teknologi dengan bijak, kritis, dan etis,” ungkap Prof. Musahadi. Ia menambahkan, UIN Walisongo berkomitmen mengembangkan keilmuan teknologi informasi dalam bingkai kesatuan ilmu pengetahuan untuk kemanusiaan dan peradaban. Karena itu, mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi pengguna teknologi, melainkan juga agen perubahan yang mampu menciptakan inovasi sekaligus menjaga nilai etis di era digital.
Narasumber pertama, Soenarto, S.Kom., M.M., Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang, memaparkan materi bertajuk “Membangun Literasi Digital di Era Generative AI.” Ia menjelaskan bahwa literasi digital terdiri atas tiga pilar utama: etika digital, keterampilan digital, dan berpikir kritis. Menurutnya, generative AI yang kini populer seperti ChatGPT, MidJourney, Copilot, dan Gemini, memiliki kemampuan menghasilkan konten baru, mulai dari teks, gambar, hingga kode pemrograman. Kehadiran teknologi ini membuka peluang besar dalam inovasi, peningkatan produktivitas, hingga layanan publik berbasis Smart City. Namun di sisi lain, Soenarto mengingatkan risiko yang muncul berupa bias algoritma, kerentanan privasi data, misinformasi melalui teknologi deepfake, serta dilema etika penggunaan. “Generative AI akan menjadi berkah bila kita bijak menggunakannya. Literasi digital adalah benteng utama untuk memastikan AI digunakan secara etis, aman, dan bermanfaat,” tegasnya.
Dari perspektif media, Susetyop Prihadi, Vice Editor in Chief Uzone.id, membahas peran jurnalisme dalam membentuk persepsi publik tentang AI. Ia menyebut media sebagai pintu pertama masyarakat mengenal teknologi ini, sekaligus pihak yang menentukan apakah publik memandang AI dengan penuh optimisme atau justru ketakutan. Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa produk jurnalistik bukan hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga menjadi bahan bakar AI karena artikel, blog, dan konten daring kerap dijadikan data pelatihan. Dengan demikian, jurnalisme profesional berperan penting sebagai benteng terakhir menghadapi banjir informasi digital. Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 pun sudah mengatur etika penggunaan AI dalam jurnalisme, termasuk kewajiban verifikasi konten, penghormatan hak cipta, dan larangan menyebarkan diskriminasi atau kebohongan. “Jurnalis berperan sebagai filter, memastikan masyarakat tidak terseret arus misinformasi yang dipicu teknologi. Di era AI, kemampuan bersikap kritis terhadap informasi bukan lagi pilihan, tapi keterampilan bertahan hidup,” ujar Susetyop.
Sementara itu, Kurnia Purwanto, Manager External Communications Telkomsel, menyoroti perkembangan industri kreatif digital yang menjadi salah satu motor penggerak ekonomi berbasis teknologi. Ia memaparkan tren terkini seperti virtual production dalam industri film, pemanfaatan AR/VR di bidang pemasaran dan fashion, dominasi konten singkat di platform TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts, hingga pemakaian AI generatif dalam membantu proses ide, naskah, desain, dan suara. Menurutnya, Telkomsel menempatkan diri sebagai enabler yang menyediakan konektivitas 5G, mendukung kolaborasi cloud, memanfaatkan big data dan machine learning untuk memahami tren, serta mendukung monetisasi kreator melalui berbagai platform digital. “Mahasiswa hari ini harus menyiapkan diri menjadi talenta yang kompetitif. Ekosistem digital membutuhkan kreator dan inovator yang mampu bersaing di panggung global,” pesannya.
Dari kalangan komunitas, Masruhan Mufid dari Relawan TIK mengusung tema “Merdeka dalam Digital (AI).” Ia menekankan pentingnya kebebasan dan kemandirian dalam memanfaatkan teknologi. Baginya, kemerdekaan digital berarti masyarakat mampu mengendalikan teknologi, bukan dikendalikan oleh teknologi. “Kita harus merdeka dari ketergantungan yang membelenggu, merdeka dari ketakutan menghadapi AI, dan merdeka untuk berkreasi, berinovasi, serta membangun ekosistem digital yang sehat,” ujarnya. Ia juga mengajak mahasiswa untuk menjadi edukator digital, menebarkan kesadaran etika bermedia, serta berkontribusi dalam pengembangan solusi teknologi lokal.
Keempat perspektif narasumber itu berpadu dalam satu benang merah: literasi digital dan AI bukan hanya soal perangkat teknologi, tetapi juga menyangkut etika, budaya, dan arah peradaban. Pemerintah menekankan literasi sebagai benteng, media menegaskan peran jurnalisme sebagai filter, industri menempatkan diri sebagai penyedia ekosistem kreatif, sementara Relawan TIK mengajak masyarakat merdeka dalam ruang digital. Dalam konteks ini, mahasiswa didorong untuk menjadi peneliti AI yang transparan, pengembang aplikasi yang bermanfaat, sekaligus edukator digital di lingkungannya.
Seminar yang digelar FST UIN Walisongo ini tidak hanya menjadi ruang diskusi ilmiah, tetapi juga sarana kolaborasi multipihak. Kehadiran HMJ Teknologi Informasi sebagai panitia pelaksana menunjukkan komitmen mahasiswa dalam menggerakkan literasi digital di lingkungan kampus. Dengan dukungan pemerintah, akademisi, industri, media, dan komunitas, acara ini menegaskan bahwa literasi digital adalah gerakan bersama menuju masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya saing di era AI.

Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!